Kegiatan Pusat
Mengembangkan Potensi yang Berkualitas
Oleh-oleh Lebaran
Penulis: Imah Aman & Inna Muchlasin
Lebaran yang Indah telah berlalu. Oleh-oleh dari sanak saudara di kampung saat mudik pun sudah habis. Namun ada oleh-oleh yang tak akan pernah habis dalam ingatan, yaitu memaknai syukur nikmat.
Mudik adalah sebuah cerita indah perjalanan kembali seorang perantau ke lingkungan masa kecilnya. Sebuah lakon yang rutin dijalani menjelang lebaran. Kemudian dilanjutkan dengan saling berkunjung untuk meminta maaf dengan tetangga dan sanak saudara.
Selain saling bermaafan dan mencicipi aneka cemilan khas lebaran, kami juga saling bertukar cerita. Seperti biasa yang kami ceritakan adalah kemacetan, antrian tol, dan kecelakaan di jalan. Topik yang sama namun tetap asik diceritakan.
Namun kali ini topik cerita kami bergeser mengenai THR. Hal ini terjadi ketika kami sedang berkunjung ke rumah salah satu tetangga yang sangat dihormati di kampung, seorang ustadz yang juga sesepuh kampung. Disana kami bertemu dengan teman yang berprofesi sebagai dosen yang mengabdikan hidupnya untuk pendidikan. Banyak cerita yang dilontarkan olehnya. Dari cerita tentang keluarganya dan juga penghidupannya sebagai tenaga pendidik.
Beliau melanjutkan cerita dengan mata berbinar-binar dan bibir yang tak putus menyunggingkan senyum beliau bertutur, “Alhamdulillah, tahun ini saya dapat THR, seneng banget rasanya”. Tak terasa kami pun turut tersenyum senang dan merasakan kegembiraan yang sama. Kedua sudut bibirnya tak henti tertarik ke atas dan matanya berbinar-binar yang kadang diselingi tetes haru kebahagiaan. Gerak tubuhnya memancarkan kebahagiaan sangat. Dengan tingkat kebahagiaan sebesar itu kami dibuat penasaran dengan nominal THR yang diterima beliau.
Sambil sesekali menyeka sudut matanya beliau melanjutkan cerita, “Alhamdulillah, puteriku kini sudah bekerja. Gaji puteriku memang tidak seberapa. Tetapi, spirit panggilan berbaginya tinggi. Kakak dan mamanya dapat THR darinya. Syukur alhamdulillah, isi masing-masing 500 ribu. Allahu akbar. Alhamdulillah.” Pekiknya sambil menengadahkan tangan penuh syukur.
”Pokoke aku dan istri seneng banget. Alhamdulillah, alhamdulillah, wasyukurillah. Saya sama istri bisa beli baju lebaran senada dan menyiapkan menu istimewa lebaran. Alhamdulillah. Sungguh THR dari anakku, sangat sangat kami syukuri sekali.”
Saya melihat sinar kebahagiaan terpancar di wajah bapak tersebut. Ucap syukur juga tak henti terucap. Cerita yang sederhana, tapi sarat hikmah: ’penuh syukur’. Saya dan para tamu yang mendengarkan cerita itu ikut terharu dan merasakan kebahagiaan yang sama.
Saya tersentuh sekali dan seketika itu juga langsung introspeksi diri, ’sudahkah saya banyak bersyukur?.’ Bukankah selama ini setiap menjelang lebaran saya dan suami mendapat THR yang sangat besar dengan yang jauh berkali-kali lipat dari yang diterima pak ustadz. Namun rasanya kebahagiaan dan ucapan syukur yang saya lakukan tidak sebesar beliau. Ah, hati ini merasa tertampar.
Kemana rasa syukur saya selama ini. Rasa syukur yang saya panjatkan terlalu sedikit, bahkan kadang tak terucap. Padahal Allah SWT memberi rezeki yang berlimpah. Begitu banyak nikmat yang saya dapat: mudik bersama keluarga tanpa memusingkan biaya yang akan dikeluarkan, memakai kendaraan yang nyaman, memakai baju yang apik untuk berlebaran, bisa berbagi rejeki untuk saudara-saudara di kampung, membeli banyak oleh-oleh, dan masih banyak nikmat lainnya yang seolah sudah menjadi hak saya untuk mendapatkannya. Taken For Granted.
Setelah acara silaturahmi selesai saya merenung dan mencoba menghitung nikmat-Nya. Ya Allah, begitu banyaknya nikmatMu sehingga saya tak mampu menghitungnya. Hanya air mata yang mengalir dan rasa syukur yang terus ku ucap.
Rasa nyaman pun kini menyeruak di relung hati dan begitu dalam. Suatu rasa yang nyaman dan damai ketika rasa syukur diulang-ulang dan ditambah.
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Engkau selalu mengingatkan HambaMu yang lemah ini dengan caraMu.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmatKU, maka sesungguhnya azabku sangat pedih”